Toksisitas PAH pada makhluk hidup tidak hanya mengakibatkan kerusakan fisiologi. Zedeck (1980) dan Varanasi (1989) dalam Bouloubassi et al. (2001) mengemukakan bahwa PAH merupakan kontaminan yang memiliki sifat mutagenic, carcinogenic, dan teratogenic. Mutagenic merupakan kerusakan fisiologi yang dapat mengakibatkan terjadinya mutasi pada sistem gen makhluk hidup. Carcinogenic merupakan kerusakan fisiologi yang mengakibatkan timbulnya kanker, sedangkan teratogenic adalah gangguan pada fisiologi yang mengakibatkan embrio dan janin tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (http://www.medterms.com/script/main/hp.asp). Kerusakan secara fisiologi yang diakibatkan oleh PAH misalnya adalah menurunnya fungsi hati, biochemical disorder pada ikan.
PAH yang berada di sedimen kurang dapat bereaksi pada proses fotokimia atau pun oksidasi biologi, sehingga PAH memiliki sifat persiten dan tingkat akumulasi yang tinggi. Tingkat persistensi PAH meningkat seiring dengan meningkatnya berat molekul PAH yang terakumulasi di sedimen. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Meador et al. (1995) dengan menggunakan Rhepoxynius abronius (amphipoda) dan Armandia brevis (polychaeta). Pada kedua invertebrate bentik tersebut tidak ditemukannya akumulasi PAH yang memiliki berat molekul kecil, namun untuk PAH yang berat molekulnya besar ditemukan adanya akumulasi (Tabel 4). Akumulasi PAH dalam tubuh organisme mampu mempengaruhi kerja beberapa organ tubuh dan fisiologi. Malins et al. (1988) dan Vethaak dan Rheinalt (1992) dalam UK Marine SACs Project (2001) mengemukakan bahwa konsentrasi PAH dalam sedimen dapat mengakibatkan adanya abnormalitas dan gangguan liver pada ikan yang hidup di sedimen.
Tabel 4. Konsentrasi LPAH (low molecul PAH) dan HPAH (high molecul PAH) pada amphipoda dan polychaeta (Meador et al., 1995)
Sistem transport PAH dari sedimen menuju tubuh organisme belum diketahui dengan pasti, namun diduga transport tersebut terjadi melalui proses memakan substrat yang pada umumnya dilakukan organisme bentik. Meski demikian, transport PAH dengan berat molekul kecil berbeda dengan berat molekul besar. Meador et al. (1995) mengemukakan bahwa porewater menjadi media antara masuknya PAH dengan berat molekul kecil ke dalam tubuh organisme bentik, sedangkan PAH berat molekul besar masuk melalui proses pencernaan sedimen.
Biokonsetrasi PAH berbeda pada setiap organisme. Namun demikian, UK Marine SACs Project (2001) mengemukakan bahwa organisme yang tidak mencerna PAH sama sekali atau hanya dalam jumlah yang sangat kecil, seperti alga, oligochaeta, moluska, dan invertebrate sederhana (protozoa, porifera, dan cnidaria) dapat mengakumulasi PAH dalam jumlah yang tinggi dalam tubuh mereka. Organisme yang menggunakan PAH dalam sistem metabolism seperti arthropoda, echinoderm, dan annelid, justru sangat sedikit mengakumulasi PAH dalam tubuh mereka, bahkan pada beberapa studi kasus, tidak ditemukan PAH dalam tubuh organisme tersebut. Organisme yang bertindak sebagai deposit feeder mampu mengakumulasi PAH dalam konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan organisme suspension feeder (Kaag et al., 1997 dalam Morales-Caselles et al., 2008). Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kemampuan organisme untuk mendepurasi PAH tersebut. Kemampuan mengakumulasi PAH non deposit feeder mengalami peningkatan hingga batas maksimal, kemudian kemampuan tersebut akan menurun hingga akhirnya stabil. Saat akumulasi berada pada tingkat stabil, kemampuan depurasi akan jauh menurun dibandingkan saat uptake PAH berada pada tingkat maksimum.Pada Tabel 4, ditemukan hal yang justru sebaliknya, yaitu pada Rhepoxynius abronius, amphipoda yang tidak mencerna sedimen, ditemukan sedikit PAH dengan berat molekul besar dalam tubuhnya. Namun pada lokasi yang sama, Armandia brevis, polychaeta yang menggunakan sedimen dalam sistem pencernaannya, ditemukan konsentrasi PAH yang jauh lebih besar. Hal ini diduga diakibatkan oleh proporsi PAH pada sedimen dan kolom air, serta perbedaan uptake porewater. Konsetrasi PAH pada porewater umumnya lebih rendah, namun dominansi HPAH pada sedimen mengakibatkan konsetrasi HPAH pada porewater juga tinggi (Meador et al., 1995). Kemampuan mengakumulasi PAH oleh organisme ternyata dapat diteruskan dalam rantai makanan (biomagnefication). Semakin tinggi kemampuan organisme menggunakan PAH dalam metabolismenya, maka kemampuan biomagnefikasi akan makin menurun.
Sources :
Bouloubassi, I., Fillaux, J., dan Saliot, A. 2001. Hydrocarbon in surface sediments from the Changjiang (Yangtze River) Estuary, East China Sea. Marine Pollution Bulletin (42) : 1335-1346
Meador, J. P., Casillas, E., Sloan, C. A., dan Varanasi, U. 1995. Comparative bioaccumulation of polycyclic aromatic hydrocarbons from sediment by two infaunal invertebrates. Marine Ecology Progress Serries (123) :107-124
UK Marine SACs Project. 2001. PAHs (in general). http://www.ukmarinesac.org.uk/activities/water-quality/wq8_40.htm#a3 [1 Desember 2010]
Morales-Caselles, C., Ramos, J., Riba, I., dan DelValls, T. A. 2008. Using the polychaeta Arenicola marina to determine the toxicity and bioaccumulation of PAHs bound to sediments. Environt Monit Assess (142) : 219-226
Diambil dari :
Tugas MK. Dinamika Polutan
with Prof. Dr. Harpasis S. Sanusi (2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar