Jumat, 18 November 2011

BENZO[a]PYRENE vs DNA/RNA


Benzo[a]pyrene 

Benzo[a]pyrene yang juga memiliki nama lain benzo[d,e,f]chrysene, 3-4 benzopyrene, 3,4-benzpyrene, benz[a]pyrene, BP atau B[a]P, merupakan salah satu jenis dari PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yang memiliki 5 buah cincin alkil aromatik, berat molekul 252,3, dan rumus kimia C20H12 (Gambar 1). Bentuk padatan atau kristal dari benzo[a]pyrene berwarna kuning pucat yang dapat meleleh pada suhu 179-179,3 oC dan titik didihnya pada suhu 310-312 oC (ToxProbe Inc, 2010).
 
Gambar 1. Cincin aromatic benzo[a]pyrene (Wikipedia, 2010)

 Benzo[a]pyrene ini termasuk jenis PAH yang paling berbahaya. Secara alami, ditemukan sebagai bagian dalam material larva gunung api, terdapat dalam batu bara, jatuhan dari atmosfer yaitu airborne particulate. Benzo[a]pyrene juga dapat ditemukan sebagai salah satu kandungan di makanan dan air minum. Gomaa et al. (1993) dalam Terzi et al. (2008) menemukan kandungan benzo[a]pyrene dalam daging yang dipanggang menggunakan arang, makanan yang diasap, dan minuman. Kandungannya dalam makanan, diduga berasal dari proses pemasakannya yang menggunakan arang atau pengasapan. Ketika daging, ikan, atau makanan lain dimasak, lemak yang terkandung di dalam otot menetes dan ikut terbakar, sehingga anggota PAH, termasuk benzo[a]pyrene, terbentuk, terbawa bersama asap dan menjadi mantel bagi makanan. IARC (1983) dalam Terzi et al. (2008) menjelaskan lebih lanjut bahwa proses pembakaran dengan suhu yang tinggi dapat mengurangi kandungan PAH secara signifikan, sehingga munculnya benzo[a]pyrene dalam makanan tersebut adalah karena proses absorpsi dan deposit partikel selama proses pemasakan, proses pirolisis lemak dan pembakaran arang yang tidak sempurna (IARC, 1973 dalam Terzi et al., 2008). 

Hasil aktifitas manusia juga menyumbangkan benzo[a]pyrene sebagai polutan antropogenik, misalnya pada asap kendaraan, asap rokok, serta pembakaran kayu dan batu. Delaware Health and Social Services (2009) menjelaskan aktifitas yang dilakukan manusia mengakibatkan terjadinya pelepasan benzo[a]pyrene ke udara, yang kemudian mengalami perubahan secara kimia akibat sinar matahari, sehingga benzo[a]pyrene diubah menjadi bentuk padat. Padatan benzo[a]pyrene tersebut kemudian jatuh dan mengalami proses pemecahan atau fotooksidasi (Gambar 2). Proses fotooksidasi ini akan semakin meningkat dengan meningkatnya sinar matahari, oksigen, dan temperatur. Ketiga faktor pendukung fotooksidasi tersebut banyak ditemukan di udara dan kolom air, namun tidak di sedimen. Benzo[a]pyrene yang sudah dikandung dalam sedimen akan mengalami akumulasi, tanpa terjadi proses pemecahan (Neff, 1979). Pada proses fotooksidasi, benzo[a]pyrene diubah menjadi dione, yang merupakan salah satu bentuk turunan (dervativ) dari quinone, yaitu kelas bahan organik yang tersusun atas struktur aromatic (Moss, 1973). Dione sendiri terkadang lebih dikenal dengan sebutan diketon, yaitu bahan organik yang tersusun atas 2 grup karbonil dan berikatan dengan hidrokarbon. Meski mengalami fotooksidasi dan menghasilkan produk dione, namun tingkat toksisitas derifat benzo[a]pyrene ini diduga masih tetap tinggi dan dapat mengganggu fisiologis makhluk hidup (Reed et al., 2003).

Gambar 2. Proses pemecahan benzo[a]pyrene (Neff, 1979)


Pengaruh Benzo[a]pyrene terhadap DNA/RNA

Benzo[a]pyrene yang terdapat di lingkungan, baik udara, air maupun sedimen, dapat masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui cara dihirup (inhalated) atau diserap (absorbed) melalui kulit, dan dimakan (ingested), sesuai dengan habitat makhluk hidup (Faust dan Reno, 1994; Brown et al., 2009). Pada manusia, benzo[a]pyrene yang terdapat di udara dan asap (asap rokok, kendaraan, pembakaran) akan terhirup bersama dengan udara, benzo[a]pyrene, sedangkan benzo[a]pyrene yang berada dalam kandungan makanan  akan masuk dalam tubuh melalui sistem pencernaan. Begitu pula pada organisme yang hidup di air dan sedimen, benzo[a]pyrene masuk melalui proses absorpsi dan makanan. Benzo[a]pyrene dalam tubuh akan mengalami berbagai proses, termasuk juga depurasi. Depurasi adalah kemampuan makhluk hidup untuk mengeluarkan toksikan dalam tubuhnya. Bila toksik yang masuk dalam tubuh tidak melampaui kemampuannya untuk mendepurasi, maka toksik tidak akan terakumulasi. Namun bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka tubuh akan mengakumulasinya.

Kemampuan depurasi makhluk hidup berbeda-beda, tergantung dari daya tahan tubuh, jenis, ukuran, berapa banyak polutan yang masuk, dan berapa lama makhluk hidup terpapar polutan. Pada organisme, invertebrate kurang efektif dalam proses metabolisme PAH dibandingkan ikan. Livingstone (1998) dalam Douben (2003) menjelaskan pada ikan teleostei, proses biotransformasi PAH lebih cepat dibandingkan invertebrate yang hidup di air. Biotransformasi adalah suatu teknik metabolisme yang memanfaatkan kerja enzim untuk mengubah suatu senyawa kimia menjadi bentuk lain yang lebih berguna bagi tubuh. Hal tersebut menyebabkan ivertebrata lebih mudah terpapar PAH dibandingkan ikan teleostei. Meski demikian, sistem metabolisme invertebrate tersebut berbeda satu dengan yang lain. Panalirus argus mampu memetabolismee benzo[a]pyrene dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan Homarus americanus (James et al., 1995 dalam Douben, 2003).

Benzo[a]pyrene, sama seperti golongan PAH lainnya, merupakan zat yang bersifat tidak mudah bereaksi. Tingkat toksisitas benzo[a]pyrene tergantung pada bentuk transformasinya dalam tubuh makhluk hidup. Adanya cincin benzene pada struktur kimianya, memudahkan benzo[a]pyrene dan polutan jenis PAH lainnya untuk berikatan dengan oksigen dan menghasilkan ion-ion reaktif, seperti ion karbon. Anyakora et al. (2008) menjelaskan bahwa di lingkungan, benzo[a]pyrene akan berubah menjadi lemak (fat) yang bersifat mudah larut (soluble), masuk dalam tubuh organisme dana terakumulasi. Kemampuan benzo[a]pyrene yang juga bertransformasi dalam proses fotooksidasi semakin menambah toksisitasnya. Oris dan Giesy (1986, 1987) dalam Walker (2009) menjelaskan mengapa PAH menjadi lebih toksik pada ikan dan Daphnia adalah karena terjadinya fotooksidasi akibat terpaparnya PAH dalam tubuh pada radiasi ultraviolet.

Kemampuan benzo[a]pyrene sebagai carcinogenic maupun mutagenic, ternyata sangat berkaitan. DNA yang terbentuk akibat metabolit carcinogenic berkembang menjadi mutasi pada oncogenes (gen yang bertanggungjawab pada pertumbuhan dan diferensiasi sel secara normal) atau tumor suppressor gene atau juga dikenal anti-oncogene (gene yang melindungi sel dari salah satu bagian proses menjadi kanker). Hal tersebut disebabkan karena adanya kandungan kimia yang memang mengakibatkan timbulnya kanker pada PAH, termasuk benzo[a]pyrene (Purchase, 1994 dalam Walker, 2009). Mutasi tersebut biasanya timbul pada kodon dalam HER2/neu (Human Epidermal growth factor Receptor 2, protein yang memberikan reaksi agresif lebih tinggi pada kanker payudara), myc-oncogenes (protein yang berikatan degnan DNA atau gen lainnya dan menjadi faktor transkripsi (sequence-specific DNA-binding factor), retinoblastoma (kanker yang terjadi di retina mata) (Walker, 2009). Secara umum, proses metabolismee benzo[a]pyrene dalam tubuh makhluk hidup adalah pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses metabolime benzo[a]pyrene dalam tubuh (Uno dan Makishima, 2009)

Benzo[a]pyrene mulanya dioksidasi oleh cytochrome P450, yaitu kelompok enzyme yang berfungsi mengkatalis dan mengoksidasi substansi organik, menjadi berbagai macam produk. Kelompok cytochrome P450 yang mampu mengoksidasi benzo[a]pyrene adalah Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 1 (CYP1A1), Cytochrome P450, family 1, subfamily A, polypeptide 2 ( CYP1A2), Cytochrome P450, family 1, subfamily B, polypeptide 1 (CYP1B1), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 18 (CYP2C18), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 8 (CYP2C8), Cytochrome P450, family 2, subfamily C, polypeptide 9 (CYP2C9), dan Cytochrome P450, family 3, subfamily A, polypeptide 4 (CYP3A4) (Thomson Reuters, 2010).

Produk yang dihasilkan oleh cytochrome P450 adalah phenol, seperti 3-hydroxy- benzo[a]pyrene dan 9-hydroxy- benzo[a]pyrene, dan epoxide, seperti benzo[a]pyrene -7,8-epoxide atau juga disebut benzo[a]pyrene 7,8-oxide (Uno dan Makishima, 2009). Selain itu, produk epoxide yang lain yang juga dihasilkan oleh cytochrome P450 ini adalah benzo[a]pyrene 4,5-oxide, dan. Benzo[a]pyrene 4,5-oxide merupakan metabolit tidak stabil yang berikatan dengan DNA dan menjadi mutagen langsung bila terdapat Salmonella typhimurium dalam tubuh (Pitts et al., 1980), mengalami biotransformasi menjadi transdihydrodiol, glutathione conjugate, dan phenol (Walker, 2009).

Benzo[a]pyrene 7,8-oxide kemudian mengalami metabolismee dengan bantuan Epoxide hydrolase (bagian kelompok cytochrome P450 yang berfungsi untuk detoksifikasi selama terjadi metabolisme obat). Epoxide hydrolase membuka cincin epoxide pada benzo[a]pyrene 7,8-oxide dan mengubahnya menjadi bentuk transdihydrodiol (benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol), sehingga dapat diekskresikan dari dalam tubuh. Pada tubuh yang memiliki cyctochrome P450 1A1, keberadaan benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol ini ternyata mengakibatkan terjadinya reaksi lain. Benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol merupakan substrat bagi cyctochrome P450 1A1, sehingga terjadi oksidasi yang menghasilkan benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol, 9,10-oxide, yang memiliki sifat mutagenic tinggi. Pada metabolismee dalam sel, benzo[a]pyrene 7,8-trans-diol, 9,10-oxide berinteraksi dengan guanine residue DNA. Mutagenic diol epoxide ini masuk ke dalam reticulum endoplasma atau ke nucleus dan berinteraksi dengan DNA, sehingga menyebabkan struktur kimia DNA berubah (DNA adducts) (Walker, 2009).

Proses metabolisme dan distribusi benzo[a]pyrene dalam tubuh terjadi secara bertahap dan dalam waktu yang relative berbeda untuk tiap jenis makhluk hidup. Penelitian pada tikus, menunjukkan proses distribusi benzo[a]pyrene bertahap yang berlangsung cepat. Benzo[a]pyrene masuk melalui proses inhalation, dan secara berurutan ditemukan dalam kadar yang tinggi pada liver, esophagus, usus kecil, dan mencapai darah 30 menit setelah pemaparan (Sun et al., 1982 dalam Feust dan Reno, 1994). Secara detail, dalam 5 menit prosentase kandungan benzo[a]pyrene dalam tiap organ dan jaringan tubuh tikus adalah paru-paru (59.5%), carcass (14.4%), liver (12.5%), darah (3.9%), dan usus (1.9%).  Pada menit ke 60, prosentase tersebut menjadi paru-paru (15.4%), carcass (27.1%), liver (15.8%), darah (1.6%), dan usus (9.9%) (Weyand and Bevan, 1986 dalam Feust dan Reno, 1994). Selain dalam organ-organ tersebut, pada tubuh manusia benzo[a]pyrene juga ternyata ditemukan di  urin pada wanita hamil dan anak-anak, dalam plasenta, darah pada tali pusat, darah pada ibu hamil, organ reproduksi dan ASI (EPA, 2006).

Keberadaan benzo[a]pyrene dalam organ-organ tersebut berikatan dengan DNA secara kimiawi dan menganggu proses replikasi DNA. EPA (2006) menjelaskan keberadaan ikatan benzo[a]pyrene-DNA mempengaruhi kinerja sel granulose-lutein (sel yang berasal dari membran granulosa dari folikel ovarium matang yang mengeluarkan estrogen dan progesteron, dan merupakan bentuk komponen utama dari korpus luteum) dalam ovari dan dapat menurunkan jumlah sperma yang dihasilkan. Ikatan benzo[a]pyrene-DNA ini juga mempengaruhi jaringan pada masa pembelahan sel, misalnya pada perkembangan awal embrio, sehingga dapat menyebabkan turunnya berat badan bayi. Sumber benzo[a]pyrene ini dapat berasal dari nikotin dan asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif, baik kedua orang tua maupun salah satu dari orang tua.

Penelitian yang dilakukan pada tikus hamil, ditemukan adanya variasi genetic yang memiliki kemampuan metabolis benzo[a]pyrene akibat ingesti maupun injeksi benzo[a]pyrene. Hal ini dipicu oleh AhR (Aryl hydrocarbon Receptor) yang mampu berikatan dengan aromatic hydrocarbon termasuk benzo[a]pyrene dan metabolismee oleh cytochrome P450. Efek toksik tersebut terjadi dalam selang waktu yang berbeda-beda (EPA, 2006). 

Pemaparan benzo[a]pyrene selama kehamilan juga berimbas pada sistem imun, yaitu perkembangan T lymphocytes (sel limfosit yang bekerja sebagai sel perantara imun yang memiliki reseptor khusus pada permukaan). EPA (2006) menjelaskan lebih detail bahwa pada tikus hamil yang dipaksa mengkonsumsi benzo[a]pyrene terjadi peningkatan artropi thymus (organ penting untuk perkembangan T lymphocyte), dan  penurunan T lymphocyte pada organ liver embrio tikus akibat injeksi atau ingesti benzo[a]pyrene selama masa kehamilan. Bila tikus mengalami pemaparan benzo[a]pyrene pada kulitnya selama kehamilan, terjadi penurunan jumlah reseptor thymic glucocorticoid (hormon  asam nukleat yang terdapat pada kelenjar kecil yang terletak di bagian belakang tulang dada atas, yang berfungsi dalam metabolisme karbohisrat, lemak, protein, dan imun), terbentuk ikatan benzo[a]pyrene-hemoglobin adduct pada eritrosit, meningkatkan pembentukan mikronuklei (nucleus kecil yang mengindikasikan kerusakan DNA) pada eritrosit.

Peristiwa mutasi pada tingkat DNA yang terjadi pada tikus hamil tidak jauh berbeda pada manusia. Rojas et al. (2004) menemukan bahwa benzo[a]pyrene menyebabkan kerusakan yang sangat parah pada sel epitel bronchia manusia, yaitu tepatnya pada sel terjadinya permulaan bronchial carcinoma (kanker bronchus), dan terjadi transversi basa guanine-timine pada DNA. Kerusakan tersebut sama dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada kulit tikus yang terinsiasi benzo[a]pyrene. Kerusakan yang terjadi pada sel epitel tersebut biasanya disebabkan oleh tingginya asap rokok yang dikonsumsi tubuh dan metabolisme yang terjadi di liver.

Kesamaan lain yang ditemukan pada manusia dan hasil percobaan pada tikus juga termasuk dalam kelainan pada sperma. Pada sperma manusia, terpaparnya tubuh oleh benzo[a]pyrene tidak hanya menyebabkan terjadinya kelainan pada karakteristik pergerakan sperma yang menjadi hiperaktif, namun juga terjadi perubahan pada reaksi acrosomal (struktur anterior pada spermatozoa yang menghasilkan enzim saat terjadi penetrasi telur) dalam menghasilkan formasi halo sehingga mengurangi kemampuan sperma untuk membuahi sel telur (Gambar 4 dan 5) (Mukhopadhyay et al., 2010).

Gambar 4. Karakteristik pergerakan sperma,
A. Normal, B. Hiperaktif  (Mukhopadhyay et al., 2010)

 
Gambar 5. Reaksi acrosomal pada sperma,
A. Efek halo normal, B. Reduksi efek halo (Mukhopadhyay et al., 2010)

Tubuh manusia juga sama dengan organisme lainnya yang memiliki kemampuan untuk mengakumulasi benzo[a]pyrene. Belum diketahui berapa banyak akumulasi benzo[a]pyrene yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada tingkat DNA tubuh. Namun diduga, konsentrasi benzo[a]pyrene yang berbeda akan menimbulkan mutasi pada gen DNA yang berada pada sel atau jaringan atau organ tubuh yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Sharma et al. (2008) menunjukkan bahwa pada tingkat akumulasi hingga mencapai 200 µM dalam tubuh, kerusakan yang terjadi adalah pada sel retina. Meski demikian, meski benzo[a]pyrene masih dalam tingkat akumulasi yang rendah, kerusakan sel yang cukup parah sudah dapat terjadi, sehingga adanya tambahan kebiasaan merokok yang kronis, mengakibatkan kerusakan sel semakin besar.

Penanggulangan kontaminasi benzo[a]pyrene hingga kini belum ditemukan solusinya. Berbagai pendugaan tentang reduksi aktifitas benzo[a]pyrene berusaha untuk diujicobakan, salah satunya adalah dengan menggunakan suplemen vitamin antioksidan. Mooney et al. (2005) menjelaskan bahwa suplemen vitamin yang mengandung bahan antioksidan, di dalam tubuh akan bereaksi pada leukosit, yang merupakan marker untuk resiko kanker menengah. Namun ternyata, antioksidan tersebut tidak dapat menurunkan efek mutagenic benzo[a]pyrene secara signifikan, meskipun pada wanita, pengaruh antioksidan untuk mengurangi efek procarcinogenic (substansi kimia yang dapat menjadi carcinogenic setelah mengalami proses metabolism) akibat benzo[a]pyrene lebih terlihat dibandingkan pada pria. Sumber benzo[a]pyrene secara langsung dan paling banyak adalah melalui asap, terutama asap rokok. Oleh karena itu, penanggulangan dan pencegahan yang paling tepat adalah dengan mengurangi interaksi tubuh dengan sumber benzo[a]pyrene, misalnya dengan mengurangi rokok.

Selain berpengaruh pada DNA, benzo[a]pyrene juga menjadi mutagenic pada RNA sendiri. Penelitian mengenai pengaruh benzo[a]pyrene terhadap RNA telah dilakukan sejak lama, terutama berkaitan dengan kinerja RNA yang sangat dipengaruhi oleh sintesa protein. Grunberger et al. (1980) yang menggunakan kelinci dalam penelitiannya menemukan bahwa metabolit benzo[a]pyrene, yaitu 7β,8α-dihydroxy-9α,1Oα-epoxy-7,8,9,l0-tetra-hydrobenzo[u]pyrene, ternyata dapat memodifikasi terjemahan sel protein bebas yang disintesa oleh globin (bagian dari protein)  dalam mRNA kelinci. Modifikasi tersebut mengakibatkan terbentuknya 2 ikatan metabolit-guanosine, 4 ikatan metabolit-adenosin, dan 1 ikatan metabolit-residu cytidine. Meskipun ikatan-ikatan tersebut tidak mempengaruhi proses pemanjangan terjemahan mRNA dan tidak menunjukkan perubahan kompleksasi pada ribosom, namun secara signifikan ikatan modifikasi tersebut menurunkan kemampuan mRNA untuk menerjemahkan sintesa protein. Hal tersebut disebabkan benzo[a]pyrene pada RNA menjadi agen dalam aktifasi asam amino dan menghalangi transfer asam amino dari RNA transfer menuju ribosom. 

Benzo[a]pyrene juga merangsang penggabungan protein hidrolisat pada alga dan asam amino dalam RNA transfer. Hradec (1967) menjelaskan dosis benzo[a]pyrene dalam tubuh untuk dapat mengganggu kinerja RNA adalah 10 mµg, namun efek dosis tersebut masih dapat dihilangkan oleh enzim dengan pH 5. Pengaruh carcinogen benzo[a]pyrene bagi RNA ini dapat meningkatkan penggabungan aktif antara benzo[a]pyrene-RNA pada RNA transfer dan ribosom. Contoh efek benzo[a]pyrene pada RNA adalah seperti yang terjadi pada enzim aromatase ikan Fundulus heteroclitus. Benzo[a]pyrene ternyata mempengaruhi aktifitas aromatase pada otak, dimana pada tingkat mRNA, aktifitas enzyme cytochrome P450 aromatase (CYP19)  pada ikan betina lebih tinggi dibandingkan ikan jantan, yaitu lipatan mRNA CYP19 pada ikan betina memiliki 700 lipatan lebih banyak (Patel et al., 2006). 

Benzo[a]pyrene tidak hanya menyebabkan kerusakan pada RNA, tetapi benzo[a]pyrene ini juga dapat menyebabkan munculnya anggota baru dari cytochrome P450 pada Fundulus heteroclitus,  yaitu CYP1C, enzyme P450 yang belum diketahui fisiologi, penyebab, dan fungsinya dalam metabolisme. Meski demikian, dari hasil cloning 2 buah alel DNA menunjukkan bahwa benzo[a]pyrene memiliki peran sebagai penyebab munculnya gen baru ini. CYP1C1 (enzyme CYP1C yang terdapat pada mRNA) ternyata dihasilkan tidak hanya oleh 1 buah organ, namun memiliki distribusi yang luas, terutama pada jaringan yang berinteraksi langsung dengan kontaminan, seperti jantung, insang, dan liver. Enzyme ini menjadi pemicu aktifnya PAH sehingga menjadi bersifat karsinogenik menengah pada mekanisme toksisitas PAH pada embrio. Keberadaan CYP1C1 pada mRNA lebih besar dibandingkan enzyme P450 jenis CYP1A pada otak, mata, dan gonad. Jumlah CYP1C yang dihasilkan oleh jantung jantan dan betina dapat mencapai 31 dan 17 lipatan, insang jantan dan betina mencapai 7 dan 4 lipatan, dan pada liver jantan dan betina mencapai 6 dan 5 lipatan. Jumlah enzyme ini pada tingkat embrio mencapai 3-lebih dari 15 lipatan pada seluruh mRNA embrio (Wang et al., 2006).



Sources :

Anyakora,  C., M. Arbabi, dan H. Coker. 2008. A screen for benzo(a)pyrene in fish samples from crude oil polluted environments. American Journal of Environmental Sciences, (2): 145-150

Brown, W. H., C. S. Foote, B. L. Iverson, dan E. V. Anslyn. 2009. Organic chemistry. USA, Brooks/Cole Cengage Learning

Delaware Health and Social Services. 2009. Benzo[a]pyrene. http://www.dhss.delaware.gov/dhss/dph/files/benzopyrenefaq.pdf  [4 Januari 2011]

Douben, P. E. T. 2003. PAHs : an ecotoxicological perspective. England, John Wiley & Sons, Ltd

EPA (Environmental Protection Agency). 2006. Benzo(a)pyrene (BaP). TEACH Chemical Summary. http://www.epa.gov/teach/chem_summ/BaP_summary.pdf  [20 Januari 2011]

Faust, R. A., dan P. Reno. 1994. Toxicity summary for benzo[a]pyrene. Tennessee, Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program

Genetic Science Learning Center, Univeristy of Utah. 2010. What causes DNA mutations?. http://learn.genetics.utah.edu/archive/sloozeworm/mutationbg.html  [11 Januari 2011]

Grunbergerm D., R. G. Pergolizzi, dan R. E. Jones. 1980. Translation of globin messanger RNA modified by benzo[a]pyrene 7,8-dihydrodiol 9, 10-oxide in a wheat germ cell-free system. The Journal of Biological Chemistry, (255) : 390-394

Hradec, J. 1967. Effect of some polycyclic aromatic hydrocarbons on protein synthesis in vitro. Biochem J, (105) : 251-259

Mooney, L. A., A. M. Madsen, D. Tang, M. A. Orjuela, W. Y. Tsai, E. R. Garduno, dan F. P. Perera. 2005. Antioxidant vitamin supplementation reduces benzo[a]pyrene-DNA adducts and potential cancer risk in female smokers. Cancer Epidomology, Biomarkers & Prevention (14) : 337-242

Mukhopadhyay, D., P. Nandi, A. C. Varghese, R. Gutgutia, S. Banerjee, dan K. Bhattacharyya. 2010. The in vitro effect of benzo[a]pyrene on human sperm hyperactivation and acrosome reaction. Fertility and sterility (94) : 595-598

Neff, J. M. 1979. Polycyclic aromatic hydrocarbons in the aquatic environment. London, Applied Science Publishers Ltd.

Patel, M. R., B. E. Scheffler, L. Wang, K. L. Willett. 2006. Effects of benzo[a]pyrene exposure on killifish (Fundulus heteroclitus) aromatase activites and mRNA. Aquatic Toxicology, (77) : 267-278

Pitts, J. N., D. M. Lokensgard, P. S. Ripley, K. A. van Cauwenberghe, L. van Vaeck, S. D. Shaffer, A. J. Thill, dan W. L. Belser. 1980. "Atmospheric" epoxidation of benzo[a]pyrene by ozone : formation of the metabolite benzo[a]pyrene-4,5-oxide. Abstrack. Science, (210) : 1347-1349

Reed, M., M. Monske, F. Lauer, S. Meserole, J. Born, dan S. Burchiel. 2003.  Benzo[a]pyrene diones are produced by photochemical and enzymatic oxidation and induce concentration-dependent decreases in the proliferative state of human pulmonary epithelial cells. Abstrack. Journal of  Toxicology and Environmental Health, (66) : 1189 – 1205

Rojas, M., B. Marie, J. M. Vignaud, N. Martinet, J. Siat, G. Grosdidier, I. Cascorbi, K. Alexandrov. 2004. High DNA damage by benzo[a]pyrene 7,8-diol-9,10-epoxide in bronchial epithelial cells from patients with lung cancer : comparison with lung parenchyma. Cancer Letters (207) : 157-163

Sharma, A., A. Neekhra, A. L. Gramajo, J. Patil, M. Chwa, B. D. Kuppermann, dan M. C. Kenney. 2008. Effects of benzo[e]pyrene, a toxic component of cigarette smoke, on human retinal pigment epithelial cells in vitro. Investigative Ophthalmology &Visual Science, (49) : 5111-5117

Terzi, G., T. H. Çelik, dan C. Nisbet. 2008. Determination of benzo[a]pyrene in Turkish döner kebab samples cooked with charcoal or gas fire. Irish Journal of Agricultural and Food Research, (47) : 187–193

Thomson Reuters. 2010. Pathway map details : benzo[a]pyrene metabolisme. http://www.genego.com/map_2304.php  [14 Januari 2010]

ToxProbe Inc. 2010. Benzo[a]pyrene and other polycyclic aromatic hydrocarbons. http://www.toronto.ca/health/pdf/cr_appendix_b_pah.pdf  [4 Januari 2011]

Uno, S., dan M. Makishima. 2009. Benzo[a]pyrene toxicity and inflammatory disease. Current Rheumatology Reviews, (5) : 266-271

U.S. National Library of Medicine. 2011. What is DNA?. http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/basics/dna.htm  [17 Januari 2011]

Walker, C. H. Organic pollutants : an ecotoxicological perspective. London, CRC Press

Wang, L., B. E. Scheffler, dan K. L. Willett. 2006. CYP1C1 messanger RNA expression is inducible by benzo[a]pyrene in Fundulus heteroclitus embryos and adults. Toxicological Sciences,  (93) : 331-340

Wikipedia. 2010. Benzo[a]pyrene. http://en.wikipedia.org/wiki/Benzo(a)pyrene.htm  [4 Januari 2011]



Diambil dari :
Tugas MK. Ekofisiologi (2011)
with Dr. Etty Riyani




















1 komentar: